Wayang Nungguin Gunung ?

Ada-ada saja memang orang Indonesia. Musibah meletusnya gunung Merapi ternyata memiliki cerita tersendiri bagi warga sekitar gunung merapi yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan sosial. ‘Batuknya’ Merapi tempo hari dikait-kaitkan dengan penagihan janjinya Mbah Petruk Sang Penjaga Puncak Merapi.

Mitos itu dikuatkan dengan munculnya awan di puncak Merapi, yang terbentuk akibat erupsi, dengan bentuk mirip sekali wajah Mbah Petruk seperti tokoh punakawan jawa. Menurut mitos warga sekitar Mbah Petruk diyakini sebagai sosok Sabdo Palon Nolo Genggong, seorang penasehat raja Majapahit Brawijaya

Namun karena kerajaan Majapahit semakin terdesak dengan pengaruh Islam di Demak, maka sang raja, Brawijaya, memilih untuk mengasingkan diri, bertapa gunung Lawu. Akhirnya Sabdo Palon pun mengikuti jejak sang raja, namun memilih gunung Merapi sebagai tempat pelariannya.

Nah konon, karena saking kecewanya Sabdo Palon terhadap lawan-lawannya yang berkuasa saat itu, dia pun bersumpah akan menagih janji dari para penguasa pada saat akan amanahnya untuk mensejahterakan rakyat. Oleh karena itu menurut penduduk sekitar Merapi, munculnya wajah Mbah Petruk adalah karena Mbah Petruk melihat para pemimpin sekarang sudah tidak amanah lagi dalam menjalankan kekuasaannya. Jadilah Mbah Petruk muncul dalam bentuk awan di puncak Merapi.

Begitulah sedikit cerita mengenai Mbah Petruk Sang Penunggu Merapi. Sebuah bukti kekayaan kearifan budaya lokal yang hidup di tengah kehidupan sosial masyarakat negeri zamrud khatulistiwa ini.

Namun, sebagai orang beriman maka kejadian meletusnya gunung Merapi haruslah di kiblatkan pada kehendak sang khalik, Allah azza wa jalla. Tidak ada kejadian apapun yang terjadi, kecuali atas kehendak-Nya Sang Penguasa Alam Semesta termasuk ‘batuknya’ Merapi.

وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz) (QS. Al An’am : 59)

Kejadian meletusnya Merapi sudah Allah takdirkan jauh-jauh sebelumnya yaitu di lauhul mahfudz. Namun, dengan kejadian ini memang sebaiknya kita, selaku hamba Allah (meskipun tidak terkena bencana), patut menghisab diri dan berkaca pada bencana Merapi. Pastinya Allah memiliki pesan khusus yang ingin disampaikan kepada manusia melalui peristiwa ini. Khususnya introspeksi diri akan dosa-dosa yang telah kita lakukan.

Mungkin kita memang telah merusak alam, mungkin kita telah menyekutukan-Nya, mungkin kita telah mendurhakai-Nya dan lain-lain. Menghisab diri dengan mengingat dosa-dosa jauh lebih baik dibandingkan kita mengakait-kaitkan kejadian Merapi ini dengan hal-hal ghaib lain yang tidak jelas jluntrungannya karena bisa mengarahkan kita kepada kemusyrikkan.

Karena yang jelas pasti bahwa kejadian ini adalah atas kehendak Rabb semesta alam maka sudah sepatutnya lah kita mengingat-Nya kembali serta bertobat atas segala dosa-dosa kita. Insya Allah, itu lebih baik di mata Allah, karena Allah selalu membuka lebar pintu tobat bagi hamba-hamba Nya yang ingin bertobat. Allah berfirman dalam surat Al Imran 135-136

وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ وَمَنْ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا اللَّهُ وَلَمْ يُصِرُّوا عَلَى مَا فَعَلُوا وَهُمْ يَعْلَمُون
(135)

Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.

أُولَئِكَ جَزَاؤُهُمْ مَغْفِرَةٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَجَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ
(136)

Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.

Jadi sepertinya kurang pas, jika kejadian Merapi dikarenakan murkanya Mbah Petruk. Karena sesungguhnya, Mbah Petruk bukan pemilik Merapi, tapi Allah lah pemilik Merapi.

Oleh karena itu, Dia lebih berhak ingin menjadikan seperti apa Merapi, kapan meletusnya dan lain-lain. Bagaimana mungkin tokoh wayang menjaga Merapi, sedang ia menjaga dirinya sendiri pun tak mampu. Selain itu, rangkaian awan yang ada di puncak Merapi menurut saya seperti tokoh Pinokio kok, tul ga ?? (by : Muhammad Ibnu Ramdhani)

http://www.muhammadibnuramdhani.co.cc

Mengurus Anak Adalah Investasi

Sulit kiranya menemukan kata yang pas yang dapat menggambarkan apa dan bagaimana itu mengurus anak. Bagi saya, mengurus anak adalah pekerjaan yang paling berat yang pernah saya rasakan, tapi juga paling menyenangkan.

Mendampingi pertumbuhan manusia-manusia yang sedang gencar-gencarnya belajar. Sebuah proses yang panjang, yang sering menghadirkan kepingan-kepingan peristiwa penuh emosi yang kaya makna. Membuat saya tercenung, tertawa, menangis, dan campuran-campuran emosi lainnya. Allohu akbar wa lillahilhamd.

Sekeping peristiwa sore tadi. Anak pertamaku (2th 4 bln) pipis sembarangan. Padahal, sejak setengah jam sebelumnya saya sudah mengingatkan untuk pipis di kamar mandi. Gemas sekali rasanya. Tapi saya tahan untuk tetap terkendali, namun, tetap saya tunjukkan kekecewaan padanya. ”Astaghfirulloh Aa, anak sholih, masa pipis sembarangan, kan Ummun udah ingetin dari tadi. Katanya tadi iya, kalau pipis di kamar mandi..”

Akhirnya saat hendak membersihkan air pipis tersebut, anak kedua saya (Dede, 1th 3bln) yang jalannya masih belum stabil saya simpan di kasur, agar tidak terpeleset saat saya mengepel dan anak pertama (Aa) saya angkat ke kamar mandi.

Nah, agar tidak keluar dan jalan-jalan dengan kaki membawa pipis, pintu kamar mandi saya tutup sambil bilang, ”Aa, Ummun ngepel pipisnya dulu ya, Aa disini jangan keluar.” Bruk. Pintu saya tutup. Tentu kedua batita saya itu menangis sejadi-jadinya. Dede menangis minta turun dari kasur, Aa teriak-teriak minta keluar.

Sepanjang saya mengepel, ada yang berbeda dengan tangis Aa. Bukan tangisan biasa tapi tangis ketakutan di dalam kamar mandi. ”Ummun..Ummun..Aa semut Ummun, Aa kuaah…UMMUUN…UMMMUUUN…” Biasanya tidak demikian, dia hanya menangis sebentar dan kemudian bermain air.

Benar saja, saat saya masuk ke kamar mandi dengan adiknya, dia dibalik pintu sampil mengangkat bajunya, satu tangan mengepal dimasukkan ke dalam baju dan agak diputar di depan dadanya. Kemudian saya tempelkan tangan saya ke dadanya, jantungnya berdebar kencang. Namun, tidak saya dapati semut disekelilingnya. Hmm..entahlah.

Dede saya turunkan dan saya peluk anak pertama saya itu, sambil menjelaskan kenapa ia saya tinggal di kamar mandi dengan pintu tertutup. Ia masih terus saja minta keluar dan jeritnya semakin keras ketika pintu saya tutup. Karena memang mereka hendak saya mandikan. Ia terus saja minta keluar.

Seperti trauma melihat pintu ditutup. Saya terus memeluknya dan menciumnya hingga ia tenang. Saya alihkan dengan menunjuk serangga-serangga kecil yang menempel di dinding kamar mandi. Akhirnya ia tenang dan kembali mengoceh, ”Ih apa itu, Ummun, apa itu?”. Huft…

Child abused, ya inilah kekerasan terhadap anak. Dia sampai ketakutan begitu rupa, memang tidak sepantasnya saya mengurung dia seperti itu di kamar mandi meski dalam waktu yang terukur. Seharusnya saya membersihkan Aa terlebih dulu kemudian memintanya agar tetap di kasur menemani Dedenya.

Kemudian saya membersihkan air pipisnya di lantai. Tadi saya hanya berpikir praktisnya saja, Dede saya simpan di kasur agar tidak terpeleset dan Aa saya simpan di kamar mandi agar tidak jalan-jalan, kemudian setelah selesai mengepel, Dede saya bawa ke kamar mandi dan saya mandikan berbarengan. Ternyata saya keliru. Astaghfirulloh. Semoga sikap buruk saya tadi tidak berefek panjang terhadap kesehatan psikologisnya. Amin.

Ya, mengurus anak dengan baik itu butuh keinsyafan tingkat tinggi. Butuh pengelolaan emosi yang handal. Butuh ketenangan dan kecerdasan, baik kecerdasan emosi maupun kecerdasan taktis strategis. Dan sebagai manusia, tentu saja kita tidak melulu dalam keadaan emosi yang baik, yang stabil. Disinilah seninya saya rasa. Pada titik inilah kecerdasan kita diuji.

Jika kita berhasil melewati waktu-waktu emosional itu dengan solutif maka kecerdasan kita akan naik peringkatnya, namun jika kita menuruti hawa nafsu, kedzolimanlah yang terjadi. Dan rasakanlah bahwa hati segera menjadi keruh dan butuh waktu dan energi yang cukup banyak untuk menjernihkannya. Maka, tahanlah hawa nafsu sedapat mungkin kita mampu. Tetaplah berpikir jernih. Perbanyaklah lafadz istighfar dan ta’awudz.

”Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran TuhanNya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh surgalah tempat tinggal(nya).” (QS. An-Nazi’at:40-41).

”Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang dan sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Alloh mencintai orang yang berbuat kebaikan,.”(QS. Ali ’Imran: 133-134)
Menjadi orang tua yang sukses tentu menjadi salah satu jalan kita mendapatkan surga. Dan sudah dari dulu semua tahu, mendapat surga memang tidak murah. Jangankan surga, mau menikmati fasilitas hotel mewah saja harus merogoh kocek lebih dalam kan? Sementara ada makhluk yang tidak akan rela begitu saja saat kita meniti jalan menuju surga.

Merekalah yang senantiasa menghalang-halangi, merekalah yang membuat kita menganggap baik meledaknya amarah kita. Dan jumlah mereka banyak. Jangan turuti langkah-langkah syetan, sesungguhnya merekalah musuh yang nyata. A’udzubilllahiminasysyaithonnirrodzhimi min hamdzihi wanafkhihi wanafsihi.

Namun, jika amarah sudah terlanjur diperturutkan, lengan sang anak sudah kadung biru karena dicubit, jiwa anak sudah terlanjur luka dengan rengkuhan kasar kita, hati mereka sudah tertoreh umpatan dan tatapan kasar kita.

Maka, bersegeralah minta maaf padanya, dengan penuh keikhlasan. Berjanjilah padanya untuk tidak mengulanginya. Mohonlah ampun pada Alloh atas perbuatan kita yang telah menyia-nyiakan amanahNya.

”dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Alloh, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa selain Alloh? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali ’Imran:135)

Senantiasa ingatkan diri kita, betapa marahnya Rasulullullah (salawat dan salam baginya) mendapati sikap kasar seorang ibu. Ketika Ummu Fadhl secara kasar merenggut bayi dari gendongan Nabi (salawat dan salam baginya) lantaran sang bayi pipis dan membasahi pakaian Rasul (salawat dan salam baginya).

Maka Rasululloh shalallahu ’alaihi wassalam menegur,”Pakaian yang basah ini dapat dibersihkan dengan air. Tetapi apa yang dapat menghilangkan kekeruhan jiwa anak ini akibat renggutan yang kasar itu?”

Astaghfirullohal’adzhim. Entahlah, apa yang mampu menghilangkan kekeruhan jiwa mereka. Semoga dengan permintaan maaf yang ikhlas kepada sang anak dan taubat kita kepada Alloh, Allohlah yang akan menyembuhkan jiwa-jiwa suci mereka yang terluka itu. Berazzamlah untuk tidak mengulanginya lagi.

Karena pada jiwa-jiwa itulah kita menitipkan bermiliar-miliar harapan, kita lantunkan jutaan doa. Dan jika Alloh menghendaki, jiwa-jiwa itulah yang mereka bawa dua puluh lima tahun yang akan datang untuk menjadi pribadi dewasa untuk melanjutkan estafet perjuangan ini.

Bertekadlah untuk meluaskan dada kita saat mereka menyulitkan kita, maafkanlah mereka. Karena Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya Alloh merahmati orang tua yang membantu anaknya berbakti kepadanya, kata Nabi saw.. Orang-orang di sekeliling beliau bertanya, ”Bagaimana cara orang tua membantu anaknya, ya Rasulullullah?” Nabi saw. Menjawab, ”Dia menerima yang sedikit darinya, memaafkan yang menyulitkannya, tidak membebaninya, dan tidak memakinya.”

Bersikap lembutlah pada mereka, tidak hanya pada saat mereka menampakkan senyum lucu yang manis, atau ketika ia berceloteh menggemaskan. Dalam keadaan membuat kita susah pun, kelembutan itu tetap ada pada kita.

Sesungguhnya, kelembutan adalah sifat yang dicintai Alloh dan Rasul-Nya. Rasulullah saw. pernah bersabda kepada Asyaj Abdul Qais,”Sesungguhnya di dalam dirimu terdapat dua sifat yang dicintai Alloh, yaitu sifat lembut dan berbudi luhur.” (HR. Muslim)

Dalam hadits yang lain, Rasululloh saw. Pernah bersabda kepad istrinya, A’isyah radhiallahu’anha. Kata Nabi saw., “Wahai A’isyah, milikilah sifat ramah dan kasih sayang karena sesungguhnya apabila Alloh menghendaki kebaikan dalam sebuah penghuni rumah, Allah akan menunjukkan kepada mereka sifat ramah.” (HR. Ahmad).

Berkaitan dengan kasih sayang terhadap anak, Rasululloh menegaskan,
”Sesungguhnya pada setiap pohon terdapat buah dan buahnya hati adalah anak. Sesungguhnya Alloh tidak akan mengasihi mereka yang tidak mengasihi anaknya. Dan demi nyawaku yang berada di tanganNya, tidak akan masuk surga kecuali orang yang memiliki sifat kasih sayang.” (HR Al-Bazzaar)

Sesungguhnya, Alloh tidak akan mengasihi mereka yang tidak mengasihi, begitu Rasulullah saw. memperingatkan kita atas anak-anak yang kita lahirkan. Rasululloh saw. telah memberi contoh tentang bagaimana memperlakukan anak-anak kita.

Acapkali terjadi, Rasululloh turun dari mimbarnya menyongsong al-Hasan dan al-Husain, lalu menggendong dan menciumi mereka seraya mendoakan. Kasih sayang dan perhatian yang besar, juga diberikan kepada putrinya terkasih, Fathimatuz Zahra.

Aisyah menceritakan kepada kita salah satu fragmen kehidupan Rasululloh saw.. Kata Aisyah r.a., ”Tidak ada orang yang paling mirip dengan Rasululloh saw. dalam cara bicara, berjalan, dan duduknya selain Fathimah. Bila Fathimah datang, Rasulullah saw. menyambutnya dengan berdiri. Ia memegang tangan Fathimah dan menciumnya. Lalu didudukkannya di majlisnya.”

Begitu Nabi memperlakukan anak dan cucunya. Rasulullah saw. memperlihatkan kepada kita bagaimana harus memperlakukan anak-anak kita sehingga antara anak dan orang tua bisa terjalin hubungan yang sangat akrab dan mesra.

Di antara persoalan-persoalan pendidikan anak, termasuk kasus-kasus remaja yang melakukan tindakan kriminal, ternyata banyak yang berasal dari kurang mesranya hubungan orang tua dan anak. Na’udzubillahi min dzalik. Semoga kita tidak termasuk mereka yang terlambat dan menyesal di kemudian hari.

Semoga Alloh selalu memberikan kita hidayah taufik. Semoga tidak ada lagi mata yang membelalak ketika anak-anak kita bersuara keras, lantaran memanggil berkali-kali tidak kita sahut dengan baik.

Ya, karena seberapa besar keikhlasan, rasa cinta, dan tanggung jawab orang tua terhadap sang anaklah yang akan menjadi ukuran seberapa besar tabungan kebaikan kita pada mereka, kelak itu pula yang akan kita tuai, di dunia dan di akhirat.

”Bantulah anak-anakmu untuk berbakti. Siapa yang menghendaki, dia dapat melahirkan kedurhakaan melalui anaknya.” (HR. Ath Thabrani). Demikian Nabi saw. menasehati.

Menghasilkan anak yang berkualitas itu bukan perkara mudah sebagaimana menjadi orang tua yang baik juga bukan hal yang gampang.

Namun, bukan hal yang mustahil. Dengan kehendakNya, jika kita mau dan sungguh-sungguh untuk terus belajar dan belajar. Anak adalah hasil orang tuanya. Kernanya, kaki jangan pernah surut ke belakang, sebab masih banyak ilmu yang harus dicari dan masih banyak kearifan yang harus diselami.

Mintalah senantiasa pertolongan Alloh agar Ia memberi kita kemudahan untuk menyediakan atmosfer terbaik untuk tumbuh kembang mereka. Na’udzubillahi min dzalik. Wallohu’alam.

Menjelang Subuh, 29 Syawal 1431, 9 September 2010.